Rabu, 29 Juni 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2011 : KETIKA EKONOMI MEMBAIK

Pada awal tahun 2011, beberapa lembaga internasional meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 akan lebih baik dari tahun 2010. Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank atau ADB) meramalkan pertumbuhan ekonomi di Negara-negara Asia Timur, termasuk Indonesia, pada tahun 2011 rata-rata akan mencapai 7,3 persen. Sebagai negara tujuan investasi, beberapa lembaga juga menyatakan bahwa Indonesia layak dijadikan negara tujuan investasi mulai tahun 2010 dan akan terus membaik di tahun 2011. Japan Credit Rating Agency menaikkan peringkat Indonesia ke tingkat “INVESTMENT GRADE” (LAYAK SEBAGAI TUJUAN INVESTASI). MOODY’S menaikkan peringkat Indonesia sampai pada dua tingkat sebelum layak investasi (investment grade). Sedangkan Standrad and Poor (S & P) menaikkan peringkat Indonesia hanya satu tingkat menuju layak investasi. Pengertian Indonesia sebagai negara yang layak sebagai tujuan investasi oleh lembaga-lembaga internasional tersebut – harap diingat - adalah sebagai TUJUAN INVESTASI TIDAK LANGSUNG atau INVESTASI PORTOFOLIO yaitu dalam bentuk TABUNGAN dan SIMPANAN, DEPOSITO 1 BULANAN, serta SAHAM. Dan bukan dalam pengertian investasi langsung. Hal ini memang terbukti dari membanjirnya “UANG PANAS” yang masuk ke Indonesia akhir-akhir ini sehingga cadangan devisa Indonesia saat ini mencapai sekitar 92 milyar dolar AS.

Akan tetapi, di samping pihak-pihak yang optimis, terdapat juga pihak-pihak yang pesimis akan ramalan ekonomi tersebut, dan salah satu diantaranya adalah saya sendiri. Ada beberapa hal pada waktu itu yang menjadi alasan penyebab saya pesimis akan ramalan pertumbuhan ekonomi tersebut. Seperti diantaranya Masih Kentalnya di Indonesia Ekonomi Biaya Tinggi (“ HIGH COST ECONOMY”). Menurut analisa saya, bahwa TERKENDALANYA INVESTASI YANG MERUPAKAN MOTOR PENGGERAK UTAMA PERTUMBUHAN EKONOMI AKAN MEMBUAT LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI JUGA LEBIH RENDAH DARI PERKIRAAN YANG OPTIMISTIS DI ATAS. Akan tetapi, pada bulan Juni 2011 ini, secara “DE FACTO”, kejutan demi kejutan sedang dirasakan perekonomian Indonesia. Kala politik,korupsi, dan infrastrukturnya karut-marut dan menuai keresahan publik, PEREKONOMIAN INDONESIA JUSTRU DIPUJI DUNIA. Analisa pihak-pihak yang pesimis terbukti salah secara “UNEXPLICIT”. Indonesia menjadi tempat terbaik untuk memulai usaha (survei BBC 2011), “CONSUMER CONFIDENCE INDEX” kita menempati nomor tiga tertinggi di dunia (survei global Nielsen), posisi daya saing kita membaik dari nomor 54 ke nomor 44 (World Economic Forum), dan masih banyak lagi. Hari-hari ini ratusan CEO Indonesia menerima permintaan audiensi dari pemimpin-pemimpin perusahaan kelas dunia.

Walaupun demikian, masih tetap perlu diingat, bahwa, KENAIKAN PERINGKAT DAYA SAING INDONESIA TERSEBUT LEBIH DISEBABKAN OLEH KARENA “STABILITAS MAKRO” DAN BUKAN KARENA “PERBAIKAN INFRASTRUKTUR”. Kita bisa melihat bagaimana kondisi jalan-jalan , pelabuhan, sampai listrik yang sampai saat ini masih amburadul. Buruknya infrastruktur tersebut telah membuat investasi menjadi mahal atau berbiaya tinggi (“HIGH COST”). Namun pada tulisan saya kali ini, tidak hendak membahas masalah kenaikan peringkat daya saing tersebut. Yang menjadi “GIST” tulisan ini adalah kehati-hatian yang harus dihadapi khususnya di dunia enterpreneurship pada saat ekonomi membaik.

Dengan membaiknya perekonomian, kompetisi di antara para pelaku usaha akan semakin tinggi dan intensif. Memang benar, pasar yang selama ini dianggap menjadi biang keladi kesulitan ekonomi sudah tidak menjadi masalah lagi. “THE MARKET IS THERE, BUT THE PROBLEM IS HERE, INSIDE OUR BUSINESS”. Anda boleh membuka usaha apa saja, dan perhatikanlah, HAMPIR SEMUA YANG ANDA TAWARKAN ADA PEMBELINYA. Akan tetapi, letak permasalahnnya bukan disitu, pokok permasalahannya ada pada KESIAPAN ANDA UNTUK BERKOMPETISI DENGAN WIRAUSAHA-WIRAUSAHA YANG LEBIH SIAP DARI ANDA.
Sebaiknya, usahakan agar anda bersaing bukan karena Anda bisa mendapatkan premium segment dengan harga tinggi, akan tetapi “SEBERAPA FLEKSIBEL DAN EFISIEN STRUKTUR BIAYA ANDA. Atau secara singkat dapat dikatakan fokusnya adalah kelenturan dan kefleksibelan struktur biaya. Perbaikan internal pada sejumlah perusahaan akan mendorong terjadinya “PRICE WAR”, dan ingatlah yang menjadi pemenangnya adalah mereka yang “MEMBENAHI BUSINESS PROCESS, DAN BUKAN YANG MENGUASAI MARKET SHARE”.
Persaingan juga terjadi dalam mendapatkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Perusahaan-perusahaan besar akan fokus pada pengetahuan, sedangkan pendatang- pendatang baru akan fokus pada attitude. “TALENT WAR” akan membuat perusahaan- perusahaan kesulitan mendapatkan SDM sesuai dengan yang mereka butuhkan. Tetapi, beruntunglah perusahaan bahwa pasar SDM berkualitas terbagi dalam dua segmen, yaitu segmen “HIGH BRAIN MEMORY” (tampak dalam nilai yang dicapai seseorang pada sertifikat akademik dan indeks prestasi) dan “HIGH QUALITY OF MYELIN” (MUSCLE MEMORY). Yang diburu perusahaan-perusahaan besar adalah segmen pertama, dan mereka siap melatih SDM yang baru berbentuk potensi menjadi tenaga profesional yang andal.
Segmen kedua biasanya diabaikan perusahaan-perusahaan besar, terutama bila mereka tidak berasal dari kampus- kampus terkemuka, atau tidak memiliki kualitas akademik yang tinggi. Dengan demikian, mereka tidak tertampung di perusahaan-perusahaan besar dan rela dibayar “ABOUT MARKET AVAREGE” dan menjadi sasaran UMKM. Singkatnya, “TALENT WAR” TIDAK DAPAT DIHINDARI.
Hal lainnya yang perlu dilakukan adalah perbaikan kualitas internal pada BUDAYA ORGANISASI (KORPORAT). Mengubah budaya sama maknanya seperti mengubah DNA. Mengubah dari DNA yang tertidur, pasif, dan comfort, menjadi DNA yang penuh gairah,aktif,berorientasi pada kreativitas dan produktivitas. Dalam banyak kasus, seringkali masalah yang dihadapi bukanlah “HARD COMPETENCE”, dalam bentuk pengetahuan, melainkan pada “ATTITUDE” dan “CARA BERPIKIR” dalam menghadapi dunia baru. Dan oleh karena itu, seperti kata Rhenald Kasali, celakalah training manager yang beranggapan ini dan itu sudah diberikan, sebab masalahnya bukan itu, melainkan bagaimana semua itu ditambatkan dalam diri manusia.

MEMBAIK = MAKIN SULIT
Suatu hal yang perlu diingat para eksekutif dan pemimpin bisnis bahwa membaiknya perekonomian bukanlah identik dengan makin mudah. Proyek akan makin banyak,tetapi yang memperebutkannya juga lebih banyak lagi. Pesanan akan jauh lebih besar, tetapi keagenan akan dibagi-bagi ke berbagai tangan. Demikian pula saat untung meningkat,tuntutan untuk berbagi menjadi lebih besar. Perusahaan semakin besar,namun penggajian tidak dapat dilakukan sekadar menggaji. Demikian pula dengan harga komoditas membaik, biaya-biaya yang dikeluarkan akan lebih besar.
Semoga bermanfaat
TETAPLAH ADAPTIF DALAM MENGHADAPI DUNIA BARU YANG TERUS BERUBAH.



Fredo Hasugian, S.E, Ak, M.Si