Selasa, 23 Maret 2010

BAILOUT CENTURY MENYELAMATKAN EKONOMI INDONESIA..?

Dari pandangan akhir fraksi-fraksi dalam Pansus Bank Century, mayoritas menyatakan bailout Bank Century merupakan kebijakan yang melanggar UU dan kasus tersebut perlu dibawa ke ranah hukum. Tetapi pihak Pemerintah dan Partai Demokrat ngotot ingin agar kesimpulan kasus bailout Bank Century sama seperti pandangan akhir fraksi Demokrat.
Para pembela bailout Bank Century seperti Sri Mulyani, Boediono, anggota Pansus Demokrat (khususnya Ruhut Sitompul), Sutan Batoegana, Amir Syamsuddin, Deny Indrayana, Chatib Bisri, Ihsan Fauzi, Christianto Wibisono, dll. rata-rata memakai argumentasi yang sama. Mereka mengklaim, bailout Bank Century merupakan tindakan yang tepat untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi November 2008. Kalau tidak dilakukan bailout bisa terjadi KERUSAKAN SISTEMIK pada sistem perbankan nasional. Lebih jauh mereka mengklaim, bahwa kondisi ekonomi saat ini yang relatif aman dan terkendali, merupakan bukti keberhasilan dari kebijakan bailout Bank Century. Lagi pula, masih kata mereka, BAILOUT CENTURY TIDAK MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA SEDIKIT PUN, MALAH MENGUNTUNGKAN.

Menurut saya, bailout Bank Century dan dampak sistemiknya terhadap sistem perrbankan Indonesia bersifat “DEBATABLE”. Penentang bailout Century telah panjang-lebar mengemukakan argumen mereka; sedang pembela bailout panjang-lebar mengemukakan argumen mereka. Alasan yang agak rancu menurut saya disampaikan oleh Chatib Bisri di depan forum sidang Pansus. Dia menuduh para penentang bailout Century sebagai “pro Neolib” karena menentang kebijakan negara menyelamatkan Bank Century. Kenapa saya katakan agak rancu, karena Century merupakan bank swasta, yang jumlah nasabahnya kecil, rusak dan kemungkinan bisa saja dirusak oleh pemiliknya sendiri, tapi kenapa pemerintah yang harus ikut campur menyelamatkan bank kecil semacam itu, yang toh kalau bangkrut dampaknya juga tidak terlalu signifikan. TETAPI KALAU PAKET SUBSIDI UNTUK RAKYAT KECIL, NEGARA DIMINTA UNTUK “CUCI TANGAN” AGAR TIDAK MEMBEBANI ANGGARAN, BARULAH BOLEH DIKATAKAN MODEL PEMIKIRAN “NEOLIB”.

KEBOHONGAN SISTEMIK.
Sebenarnya, kalau kita melihat situasi ekonomi pada 3 tahun terakhir, termasuk ketika terjadi krisis keuangan global tahun 2008-2009, kita akan melihat bahwa klaim para pendukung bailout Bank Century itu mengada-ada. Mereka mendramatisasi sesuatu yang sebenarnya tidak serius dampaknya.
Mari kita buka kembali analisis kritis tentang koneksi antara bailout Bank Century dengan posisi Indonesia di tengah krisis keungan global.

[1] Kita harus sangat paham, bahwa posisi Bank Century dalam ranah perbankan nasional sangat kecil, hanya 0,5 % aset perbankan nasional. Bank ini mau diutak-atik seperti apapun, tidak akan bisa mengguncang sistem perbankan nasional. Kalau mau dipaksakan, bank 0,5 % bisa mengacaukan sistem perbankan nasional, itu berarti kontruksi sistem perbankan Indonesia amat sangat rapuh. Guncangan sekecil apapun bisa merusak bangunan sistem perbankan secara keseluruhan. Para pembela bailout harus menjawab pertanyaan ini, “Apakah sistem perbankan di Indonesia memang sangat rapuh?” Kalau mereka menjawab ya, para nasabah bank di seluruh Indonesia baru boleh merasa cemas. Jika struktur perbankan diklaim sangat rapuh, klaim seperti ini justru yang bisa merusak sistem perbankan. Lagi pula, jika konstruksi perbankan Indonesia memang rapuh, lalu apa saja kerja Bank Indonesia?
[2] Ada dua kasus penutupan bank yang layak menjadi perbandingan. Pertama, penutupan Bank IFI tahun 2009. Jika Century diselamatkan, mengapa IFI dibiarkan sehingga mati? Kedua, penutupan Bank Indover. Alasan yang dipakai oleh Pemerintah untuk menutup Indover juga alasan “dampak sistemik”. Ternyata, setelah ditutup tidak terjadi masalah apa-apa. Kedua kasus ini merupakan contoh praktis, bahwa bailout Bank Century tidak bersifat fair.

[3] Katanya, bailout Bank Century dilakukan, demi menyelamatkan sistem perbankan nasional dari kehancuran akibat krisis global. Artinya, kebijakan bailout itu ditujukan demi kebaikan sistem ekonomi nasional. Jika demikian, mengapa sebelum melakukan bailout Bank Century, pihak Bank Indonesia, KSSK, Menteri Keuangan, LPS, dll. tidak konsultasi dulu dengan DPR? Padahal ketika akan menutup Indover, mereka melakukan konsultasi ke DPR. Andaikan masalah Century dampaknya hanya bagi bank itu sendiri, tidak masalah tanpa konsultasi. Tetapi jika dampaknya dianggap mengancam perekonomian nasional, jelas harus konsultasi. Untuk apa di DPR ada komisi tentang perekonomian, jika tidak dimanfaatkan? Disini tampak jelas ketidak-jujuran Sri Mulyani dkk. Mereka mengklaim menerapkan kebijakan demi ekonomi negara, tetapi tidak melibatkan DPR.

[4] Bailout Bank Century jelas merugikan uang negara. Dana LPS Rp. 6,7 triliun dikucurkan ke manajemen Bank Century yang sekarang menjadi Bank Mutiara itu. Kerugian ini bisa terjadi karena beberapa alasan: (i) LPS mengeluarkan uang negara 6,7 triliun, padahal uang sebesar itu bisa dipakai untuk tujuan-tujuan lain yang lebih bermanfaat. Sekurangnya, dana itu tetap berada di LPS sebagai dana cadangan untuk fungsi-fungsi insitusional LPS sendiri; (ii) Adanya kebocoran-kebocoran dalam pengelolaan dana 6,7 triliun, karena adanya transaksi-transaksi yang tidak sesuai dengan tujuan awal bailout itu sendiri; (iii) Dalam sistem keuangan modern, dianggap sebagai kerugian, ketika suatu dana dipakai dalam kurun waktu tertentu dengan tidak menghasilkan manfaat (benefit) apapun.

Misalnya, Bank Mutiara dimodali 6,7 triliun. Setelah beberapa tahun bank itu dijual ke investor dengan harga sama. Bahkan merupakan kecelakaan manajemen, jika ia dijual ke investor dengan harga lebih rendah dari 6,7 triliun. Logikanya, dana 6,7 triliun jika ditanamkan untuk suatu proyek investasi yang menguntungkan, akan mendatangkan keuntungan besar. Sementara jika ditanamkan di Bank Mutiara, sifatnya hanya “kerja bakti” selama bertahun-tahun. Tanya ke Sri Mulyani dkk., apakah mereka mengenal istilah “kerja bakti” keuangan?

[5] Para pembela bailout Bank Century selalu mengatakan, jika Bank Century tidak diambil-alih oleh LPS, tetap saja Pemerintah harus memberikan dana talangan kepada para nasabah Bank Century yang memiliki simpanan 2 milliar ke bawah. Kalau ditotal, talangan itu bisa mencapai 4 triliun rupiah. Tetapi masalahnya, para nasabah bank berhak mendapat dana talangan, jika kondisinya memenuhi syarat. Misalnya, kerusakan di Bank Century terjadi bukan karena kejahatan perbankan yang dilakukan oleh para pemiliknya. Jika setiap nasabah bank otomatis mendapat talangan, dalam kondisi apapun, maka instumen talangan dalam sistem perbankan bisa membuat bank-bank di Indonesia dijarah sesuka hati oleh para bandit-bandit perbankan. Dalam kasus Bank Century, sebelum LPS menjamin uang para nasabah, bank itu jelas harus diawasi secara ketat, agar tidak terjadi kejahatan perbankan. Dan Bank Indonesia pun sudah memasukkan Bank Century dalam regulasi pengawasan khusus. Lalu apa artinya “pengawasan khusus” itu sehingga Bank Century collapse, lalu negara disuruh menalanginya memakai uang LPS? Bank Indonesia serius mengawasi, atau hanya main-main saja, sambil buka-buka facebook? Kesalahan Bank Indonesia dalam mengawasi Bank Century jelas-jelas merupakan pelanggaran UU.

[6] Kebijakan bailout Bank Century kurang tepat. Mengapa? Sebab sejak semula Bank Century itu sendiri sudah banyak masalah. Bahkan ia MASUK PENGAWASAN KHUSUS BANK INDONESIA. Di tubuh Bank Century terjadi kejahatan-kejahatan perbankan oleh pejabat atau pemilik bank tersebut. Sri Mulyani mengakui hal itu dalam konferensi pers pasca pandangan akhir fraksi-fraksi di Pansus. Robert Tantular sendiri diproses di pengadilan dan diganjar hukuman 5 tahun. Seyogyanya NEGARA MENOLONG BANK-BANK LAIN YANG BERMASALAH, TETAPI TIDAK TERJERUMUS KEJAHATAN PERBANKAN. Apalagi katanya, Bank Indonesia mengidentifikasi ada 23 bank yang berpotensi bermasalah. Seharusnya dana talangan diarahkan untuk membantu bank-bank tersebut. Atau jika tidak, negara lebih memprioritaskan membantu perusahaan-perusahaan atau usaha UKM yang terancam kolaps akibat krisis keuangan global. Ibaratnya, “MEMBERI MODAL KEPADA SARJANA YANG MENGANGGUR, LEBIH BAIK DARIPADA MEMBERI MODAL KEPADA PREMAN YANG TERKENAL KEJAHATANNYA. Pejabat-pejabat yang terlibat dalam bailout Bank Century bisa dianggap sebagai orang-orang sembrono yang menyerahkan uang negara kepada pihak-pihak yang seharusnya tidak perlu ditolong.

[7] BAILOUT BUKANLAH SATU-SATUNYA SOLUSI YANG BISA DITEMPUH. Jika Bank Century hancur karena dirampok pemiliknya sendiri (meminjam istilah JK), sehingga bank itu nyaris hancur. Sudah saja, ia dinyatakan bangkrut (pailit). Lalu negara melelang aset-aset bank itu, lalu hasilnya dikembalikan kepada para nasabah Bank Century. Ini adalah cara yang lebih ringan resikonya, daripada Pemerintah mengambil-alih pengelolaan bank itu melalui LPS. Atau jika tidak, biarlah Bank Century dijual kepada investor yang mau membeli, baik kalangan lokal atau asing. Tentu dijual sekaligus dengan beban hutang-hutangnya kepada nasabah. Jadi pihak yang diharapkan memberikan dana talangan adalah investor, bukan LPS. Atau penyelesaian Bank Century sepenuhnya dibawa ke ranah hukum. Bank itu dinyatakan pailit karena tindak kriminal pemiliknya. Lalu kepolisian menetapkan pelaku-pelaku kejahatan sebagai DPO, kemudian bekerjasama dengan Interpol untuk menyita aset-aset bank yang dilarikan ke luar negeri. Cara demikian meskipun harus berproses, tetapi lebih memberikan kepastian hukum, baik kepada nasabah Century maupun nasabah bank-bank lain. Daripada memaksakan diri mengurus Bank Mutiara selama bertahun-tahun, lalu dijual lagi ke investor.

[8] Bailout Bank Century seharusnya tidak dilakukan, dengan pertimbangan, bangsa Indonesia pernah memiliki sejarah kelam tragedi bailout yang kita kenal sebaga Mega Skandal BLBI itu. Setelah Tragedi BLBI yang merugikan negara sampai 500-600 triliun itu, seharusnya kejadian serupa tidak terulang lagi. Kalau masyarakat biasa saja masih ingat skandal BLBI, masak ahli keuangan seperti Sri Mulyani, Boediono, dkk. tidak ingat?

[9] Sebenarnya, kasus bailout Bank Century tidak ada kaitannya dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 2008 lalu. Kasus Century sudah muncul jauh-jauh hari sebelum terjadi krisis ekonomi. Begitu pula, selesai atau tidaknya kemelut di Bank Cetury, tidak memiliki dampak bagi perekonomian nasional. HARUS DIINGAT DENGAN BAIK, MASALAH CENTURY BUKANLAH URUSAN YANG MENYANGKUT HAJAT HIDUP ORANG BANYAK. Ya, karena bank itu kecil dan nasabahnya tidak banyak. Sebagai perbandingan, ketika Pemerintah SBY menaikkan harga BBM sampai ke level 100 % tahun 2005, kebijakan itu benar-benar sabgat memberatkan masyarakat luas. Bahkan mengancam sektor riil. Ini baru contoh kebijakan yang memiliki dampak sistemik bagi perekonomian nasional. Adapun, mati-hidupnya Bank Century, masyarakat tidak terlalu peduli. BAHKAN, SEBELUM ADA KASUS BANK CENTURY, BANYAK MASYARAKAT TIDAK TAHU ( termasuk saya ) KALAU DI INDONESIA ITU ADA BANK YANG NAMANYA “BANK CENTURY”. Tetapi kalau misalnya ada kondisi sehingga BNI, BRI, Bank Mandiri, BCA, Danamon, Bank Muamalat, dkk. mengalami guncangan kolektif, kita layak khawatir, sebab posisi bank-bank ini sangat kuat di Indonesia.

[10] DALAM TEORI EKONOMI DIKATAKAN BAHWA, PENENTU STABIL-TIDAKNYA EKONOMI SUATU BANGSA DITENTUKAN OLEH BANYAK FAKTOR. Misalnya hasil produksi pangan, volume perdagangan, ekspor-impor, produksi manufaktur, nilai tukar rupiah, kestabilan cuaca, kestabilan kondisi politik, kualitas penegakan hukum, kualitas clean government, jumlah pasokan energi, kondisi infrastruktur bisnis, dan lain-lain. Adapun sistem perbankan hanya merupakan salah satu faktor penentu. Sistem perbankan bukan satu-satunya faktor kestabilan ekonomi nasional. Jika sistem perbankan hanya merupakan satu faktor, lalu dimana posisi Bank Century? Bank Century hanyalah satu unit perbankan nasional yang nilainya hanya 0,5 %. Bank ini tidak mungkin akan berpengaruh secara sistemik kepada perekonomian nasional. Sungguh, alasan dampak sistemik itu hanyalah kilah yang sangat dicari-cari. [Coba tanyakan kepada para pendukung bailout, “Apakah sistem perbankan merupakan satu-satunya faktor penentu dalam sistem perekonomian di Indonesia?” Ingat, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum mengakses layanan bank].

[11] Indonesia selamat dari terpaan krisis global 2008-2009 bersama India dan China. Faktor-faktor apa yang membuat bangsa Indonesia selamat? Apakah karena kebijakan bailout Bank Century? Kita harus sadar, baik Indonesia, India, dan China, ketiganya memiliki kemiripan kondisi. Ketiga negara ini sama-sama negara dengan jumlah penduduk besar. BASIS PEREKONOMIAN KETIGANYA ADALAH SEKTOR RIIL, bukan sektor finansial seperti di Amerika. Di 3 negara ini banyak bahan baku, produksi pangan lancar, upah buruh murah, dan sebagainya. Jadi, sangat tidak mungkin bailout Bank Century dikait-kaitkan dengan keselamatan ekonomi Indonesia dari terpaan krisis keuangan global. BANK CENTURY ITU TERLALU KECIL DALAM KONSTRUKSI MAKRO PEREKONOMIAN INDONESIA.

[12] Pertanyaan menarik, “Mengapa terjadi krisis global, sehingga dampaknya merembet ke Indonesia?” Hal ini harus dijawab secara jujur. Krisis global terjadi karena krisis keuangan di Amerika. Itu terjadi karena perbankan di Amerika nyaris ambruk karena banyak dana bank macet di kredit-kredit perumahan (“SUBPRIME MORTGAGE”). Ketika bank-bank Amerika terguncang, nilai tukar dollar merosot tajam. Imbasnya, kurs rupiah ikut merosot, karena selama ini bangsa kita menganut “SISTEM MONETER TERBUKA”. Dollar Amerika rusak, rupiah ikut-ikutan rusak, meskipun tidak separah di Amerika. Kalau nilai tukar dollar membaik, otomatis nilai rupiah membaik juga. KATA KUNCINYA ADALAH NILAI TUKAR DOOLAR AMERIKA. Untuk menyelamatkan ekonominya, Pemerintah Amerika melakukan bailout senilai US$ 700 miliar (setara dengan 7000 triliun). Dengan kebijakan bailout ini, meskipun sangat menyalahi prinsip Kapitalisme Amerika, posisi dollar membaik kembali. Jadi bailout US$ 700 milliar inilah yang menyelamatkan ekonomi Amerika, lalu menyelamatkan ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Jadi, adalah sangat tidak masukm akal kalau kestabilan ekonomi Indonesia tercapai karena Sri Mulyani Cs menerapkan bailout Bank Century. [ANDAIKAN NILAI TUKAR DOLLAR AMERIKA TERUS MEMBURUK, BIARPUN PEMERINTAH RI (SRI MULAYANI CS), MENERAPKAN KEBIJAKAN BAILOUT KEPADA 100 BANK ATAU BAHKAN KALAU PERLU SEMUA BANK DI INDONESIA, BELUM TENTU BISA MENYELAMATKAN EKONOMI NASIONAL. KARENA, SEPERTI YANG TELAH SAYA KATAKAN DI ATAS, BAHWA SELAMA INI KITA MENGANUT SISTEM MATA UANG TERBUKA ATAU “FLOATING RATE”].

[13] Perlu diingat juga, krisis yang menimpa Amerika tahun 2008-2009 membuat bangsa itu memborong minyak bumi dalam jumlah besar, untuk menjamin pasokan energi Amerika. Hal ini memicu melesatnya harga minyak dunia sampai ke level US$ 150 per barrel. Tetapi setelah Amerika terserang krisis keuangan akibat subprime mortgage, industri dan dunia usaha di Amerika pada ambruk. Konsekuensinya, mereka sangat mengurangi belanja minyak bumi. Akibatnya, harga minyak dunia turun drastis, sampai ke level US$ 40 per barrel. Naik dan turunnya harga minyak dunia sangat mempengaruhi harga BBM di Indonesia. Kalau harga naik, sebagai eksportir minyak kita mendapat untung (sampai disebut ‘WIN FALL”). Kalau harga turun, sebagai importer minyak, kita merasa lega, karena harga murah. FLUKTUASI HARGA MINYAK DUNIA SANGAT BESAR PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI INDONESIA. Adapun kebijakan bailout Century sangat jauh dari itu. Bank Century hidup, masyarakat tidak merasakan manfaatnya; Bank Century mati, masyarakat juga tidak terlalu kehilangan. Ada dan tidaknya Bank Century, tidak berpengaruh bagi hajat hidup orang banyak.

[14] Sri Mulyani beralasan, bailout Bank Century jangan dilihat dari ukuran bank itu, tetapi lihat pada efek transmisi kepanikan yang bisa membuat seluruh nasabah bank nasional menarik dananya dari perbankan nasional.
KRITIK SAYA ATAS TEORI INI : (a) Kalau titik-tolaknya adalah kepanikan sosial, berarti kita bicara masalah PSIKOLOGI MASYARAKAT. Jika demikian, berarti solusi atas kepanikan itu adalah LANGKAH PENERANGAN PUBLIK YANG EFEKTIF, MASSIF, DAN MENENTRAMKAN HATI. Jadi, SOLUSINYA ADALAH TINDAKAN “HUMAS” YANG CANGGIH. Toh, selama ini tindakan humas itu sangat sering dilakukan Pemerintah, terutama MENCERITAKAN KEBERHASILAN-KEBERHASILAN DEPARTEMEN-DEPARTEMEN MENJELANG PEMILU BERLANGSUNG. Solusi humas itu amat sangat murah dibandingkan kebijakan bailout;
(b) KEPANIKAN BIASANYA ADALAH GEJALA YANG BERJALAN SESAAT, TIDAK TERUS MENERUS. Jika demikian, seharusnya tindakan penyelamatan terhadap Bank Century juga dilakukan SECARA TEMPORER. Tetapi realitasnya, sampai tahun 2009, dana LPS terus dikucurkan ke Bank Century, sehingga total bailout mencapai 6,7 triliun;
(c) Andaikan Pemerintah sangat peduli dengan “kepanikan public”, seharusnya mereka menyelesaikan terlebih dulu kepanikan para nasabah Bank Century. Tetapi nyatanya, sampai saat ini masih banyak nasabah Bank Century yang dizhalimi oleh manajemen Bank Mutiara. Hal itu terbuka dalam rapat Pansus DPR bersama para nasabah Bank Century. Jadi, alasan Sri Mulyani itu hanyalah kilah yang dicari-cari saja. Seperti bunyi sebuah pernyataan, “JIKA BU MENTERI TIDAK PINTAR MEMBUAT KILAH BUAT APA DIA DIANGKAT JADI MENTERI..?”
Kesimpulan awal saya adalah bahwa, kebijakan bailout Bank Century sama sekali tidak ada kaitannya dengan penyelamatan ekonomi nasional. Dari sisi manapun, hampir tidak ada korelasi antara bailout Bank Century dengan kestabilan ekonomi nasional. DENGAN ATAU TANPA BANK CENTURY, JIKA KURS DOLLAR AMERIKA DAN HARGA MINYAK DUNIA TERUS GONJANG GANJING, MAKA PEREKONOMIAN INDONESIA PUN AKAN IKUT GONJANG GANJING.

Kasus Bank Century muncul di tengah problema krisis ekonomi nasional, akibat krisis global. Lalu para pejabat negara menjadikan krisis global sebagai alasan untuk mengucurkan dana 6,7 triliun ke Bank Century. Ini adalah bentuk kesalahan kebijakan, ketidak-jujuran dalam mengambil kebijakan, menolong manajemen bank yang pengelolanya berlaku kriminal, serta menjerumuskan uang negara dalam pusaran bisnis bank yang gambling (tidak menentu).

Boediono dan Sri Mulyani adalah pejabat tinggi negara dalam urusan ekonomi dan keuangan. Mereka sangat bertanggung-jawab di balik bailout Bank Century. Secara ekonomi teoritik dan pengalaman birokrasi, mereka mumpuni. Tetapi dalam kasus Bank Century, mereka sangat ceroboh. Kebijakan yang dibuat oleh Sri Mulyani dan Boediono, mungkin secara teori aliran Neolib sudah sejalan. Akan tetapi tidak semua teori yang beliau pelajari bisa diterapkan di negara ini. Karena Amerika dan Australia bukanlah Indonesia. Saya ingin mengutip perkataan ekonom idola saya Kwik Kian Gie yang mengatakan “ Kalau saya, saya akan lebih memilih yang Realistis”.

Selasa, 19 Januari 2010

Pak Marsillam Simanjuntak

Diantara pejabat yang ada di lingkar dalam SBY, UKP3R yang dibentuk melalui keputusan presiden nomor 17 tahun 2006 adalah yang paling misterius, dalam arti jarang bisa dijamah. Yang mana Pak Marsillam Simanjuntak yang saya hormati, orang yang irit bicara merupakan ketua UKP3R dan dibantu oleh dua orang lagi yaitu agus widjojo dan edwin gerungan sebagai deputi.
Misteri UKP3R itu yang mungkin dicium Yusuf Kalla dan politisi golkar yang kencang menentang pembentukannya. Anda pasti masih ingat, hampir satu bulan, polemik UKP3R tidak reda. Untuk meredamnya, SBY sampai harus memanggil Yusuf Kalla ke ruang kerjanya. Hanya berdua, tanpa siapa-siapa. Andi mallarangeng yang pada saat itu masih menjabat sebagai Menpora, yang memberi keterangan seolah-olah tahu pun tidak tahu persis apa isinya.
Usai pertemuan empat mata di hari jumat itu, SBY minta mobil golf disiapkan untuknya. Dari kantor presiden, SBY mengemudikan mobil golf menuju masjid di sisi barat istana merdeka untuk shalat jumat sedangkan Yusuf kalla duduk di sisi kiri SBY. Usai pertemuan empat mata itu, tentangan untuk UKP3R mereda meskipun tidak hilang juga. Untuk menghentikannya, SBY tampil ke muka membela. Di podium garuda yang khusus dibuat untuknya, SBY angkat bicara. Posisi UKP3R dijelaskannya. konsitusi yang kerap ada di saku kemeja dipegangnya. Untuk pembela pak Marsillam, SBY merujuk pasal 4 uud 1945 yang menyatakan, “presiden republik indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”.
SBY kemudian mengatakan, pembentukan UKP3R adalah bagian dari tanggung jawabnya sebagai kepala pemerintahan kepada rakyat. lima tugas UKP3R adalah perbaikan iklim usaha/investasi dan sistem pendukungnya; pelaksanaan reformasi administrasi pemerintahan; peningkatan kinerja BUMN; perluasan peranan usaha kecil menegah; dan perbaikan penegakan hukum. Dalam jumpa pers pembelaan sepanjang 25 menit dan disiarkan langsung oleh metrotv dan tvri itu, SBY menyebut empat tidak ukp3r. pertama, tidak mengambil keputusan dan tidak menetapkan
kebijakan pemerintah. kedua, tidak memberikan instruksi dan arahan kepada menteri dan anggota kabinet. ketiga, tidak melakukan tindakan investigasi atau pemeriksaan atas hal yang berkaitan dengan masalah hukum seperti korupsi. keempat, bukan “pos politik” dan pejabatnya tidak dalam kategori political appointee seperti menteri, tetapi adalah “pos manajemen” yang jadi perangkat presiden selaku pemimpin eksekutif tertinggi.
Tentangan kemudian mereda. UKP3R berjalan sebagaimana rencana. Pak Marsillam yang dibela tetap misterius di mata saya. meskipun sudah di atas angin posisinya, pak Marsillam tetap tidak angkat bicara. Dalam senyap, pak Marsillam bekerja dengan tangung jawab langsung kepada SBY yang mengangkat dan memintanya bekerja. Sampai akhirnya, akhir oktober 2008, Pak Marsillam muncul lagi di istana karena dipanggil SBY lantaran krisis keuangan global dan memanasnya suhu politik menjelang pemilu legislatif dan pilpres 2009. Yang dipanggil oleh SBY memang bukan hanya pak Marsillam memang, tetapi ada juga dewan pertimbangan presiden dan anggota staf khususnya. saat pertemuan, SBY didampingi sekretaris kabinet pak sudi silalahi. Pertemuan digelar bersamaan dengan pembacaan vonis lima tahun hukuman untuk mantan gubernur bank indonesia pak burhanuddin abdullah yang diikuti penetapan mantan deputi gubernur bank indoneisa pak aulia pohan sebagai tersangka oleh kpk. ”anda tahu kan pak aulia yang saat ini ditahan di kelapa dua?”
Dalam pertemuan itu, SBY menyampaikan arahan terkait langkah pemerintah menghadapi dampak krisis keuangan global. tak lama kemudian, awal dari kisruh, kemelut, atau skandal bank century dimulai. itu ingatan saya terakhir dengan pak Marsillam. Sementara ingatan awal saya tentang pak Marsillam adalah saat pertama kali SBY menyampaikan keinginannya membentuk UKP3R yang kemudian diketuainya. Keinginan SBY itu disampaikan usai rapat oleh pak boediono yang ketika itu masih menjabat sebagai menteri koordinator bidang perekonomian. Selain pak boediono, dalam rapat di kantor presiden itu hadir menteri keuangan Sri Mulyani, dan pak Marsillam tentu saja. Menurut pak boediono ketika itu, UKP3R dibentuk sebagai alat langsung SBY untuk memperkuat lembaga kepresidenan. UKP3R berisi satu tim profesional untuk memberi masukan kepada SBY.
Saya kutipkan apa yang pernah diujarkan pak boediono saat pertama kali bertemu pak SBY dan pak Marsillam di istana, “ini adalah alat presiden yang lebih membumi dan menjangkau di lapangan, termasuk apa yang dirasakan dunia usaha. masukannya kepada presiden akan menjadi bahan arahan kepada para menteri.” ketika saat itu ditanya apakah UKP3R akan diketuai pak Marsillam, pak boediono mengaku tidak bisa memberi keterangan sekarang. Namun, sesaat sebelum rapat dimulai, akhir mei 2006 lalu, SBY saat bertatapan dengan pak Marsillam menyapa dan menyambutnya dengan hangat, “welcome back pak Marsillam.”
Terkait dengan apa yang terjadi sekarang termasuk misteri kehadiran pak Marsillam dalam rapat penetuan kebijakan yang saat ini dipansuskan, SAYA BERHARAP PEMBELAAN KEPADA PAK MARSILLAM SIMANJUNTAK TETAP DIBERIKAN, BUKAN OLEH SRI MULYANI ATAU BOEDIONO, TETAPI OLEH SBY YANG SELAMA INI TELAH KONSISTEN MEMBELA BAHKAN DENGAN SEGALA PIJAKAN KONSTITUSI.

Selasa, 12 Januari 2010

GAMBARAN ”FRAUD” DAN KEKALUTAN DALAM MENGHADAPI BANK CENTURY

Yang digambarkan dalam tulisan ini atas dasar pemberitaan, pernyataan dan analisis dari sekian banyaknya orang yang sudah dimuat di berbagai media massa. Kesemuanya itu dirangkai dalam beberapa gambaran dan pertanyaan.

DENGAN TIDAK ADANYA BLANKET GUARANTEE DI INDONESIA, TETAPI JAMINAN MAKSIMUM Rp. 2 MILYAR SAJA PER ACCOUNT, MENARUH UANG DALAM JUMLAH BESAR, TERUTAMA DI BANK KECIL SANGAT LAH BERBAHAYA. Tetapi Bank Century (Century) yang begitu kecil dimasuki dana simpanan dalam jumlah sangat besar oleh beberapa deposan besar. MENGAPA BERANI MENEMPATKAN UANGNYA DALAM JUMLAH YANG SANGAT BESAR PADA BANK YANG DEMIKIAN KECILNYA..? Karena ada maksud tertentu yang tidak sesuai dengan praktek bisnis yang wajar atau karena ada motif politik tertentu, dan karena itu merasa pasti aman, karena DEPOSAN MEMPUNYAI HUBUNGAN KHUSUS DENGAN PENGUASA DI NEGERI INI (simak semua pemberitaan di media massa).
Dugaan mereka ternyata benar. CENTURY RUSAK KARENA UANG SIMPANAN PARA DEPOSAN DICURI/ DIGELAPKAN OLEH PARA PEMEGANG SAHAMNYA SENDIRI. Century disuntik oleh LPS empat kali sampai jumlah seluruhnya mencapai Rp. 6,76 trilyun. Dari jumlah ini Rp. 3,8 trilyun dipakai untuk menutupi penarikan oleh deposan besar (Suara Pembaruan 31 Agustus 2009). Jakarta Post tanggal 2 September 2009 mengutip Budi Armanto, Direktur BI untuk Pengawasan Bank yang mengatakan bahwa : “Rp. 5,7 trilyun dari Rp. 9,63 trilyun ditarik dari Century antara November dan Desember 2009.”
BUKANKAH INI MERUPAKAN SATU BUKTI BAHWA PENYUNTIKAN DANA KEPADA CENTURY BUKANLAH SATU UPAYA UNTUK MENGHINDARI KERUSAKAN PERBANKAN DAN PEREKONOMIAN YANG SUDAH ”SISTEMATIK”, TETAPI HANYA MERUPAKAN SATU UPAYA UNTUK ”MENELIKUNG” PERATURAN JAMINAN MAKSIMUM SEBESAR Rp. 2 MILYAR SAJA PER ACCOUNT, SUPAYA DEPOSAN BESAR BISA MENARIK DEPOSITONYA DALAM JUMLAH BESAR SETELAH CENTURY RUSAK DAN SETELAH DISUNTUIK DENGAN DANA BESAR..?

BAGAIMANA SEHARUSNYA

Kalau motifnya murni untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian nasional dengan cara menghindari efek domino, tindakan pemerintah bisa sebagai berikut :
(1) Semua tagihan dari bank dibayar sepenuhnya. (
2) Semua tagihan lainnya dibayar sampai jumlah maksimum Rp. 2 milyar sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(3) Bank Century dilikuidasi.

KEJANGGALAN DALAM KEWENANGAN PIMPINAN SANGAT TINGGI

Pada satu saat yang krusial, Wapres Jusuf Kalla (JK) yang dalam kasus Century ini berfungsi sebagai Presiden ad interim (a.i.), pada tanggal 25 November 2008 dilapori oleh Gubernur BI Boediono dan Menteri Keuangan merangkap Menko Perekonomian Sri Mulyani tentang penyuntikan dana empat kali dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp. 6,7 trilyun. Penyuntikan terakhir sudah dilakukan pada hari Minggu tanggal 23 November 2008. Dari pembicaraan itu Presiden a.i. Jusuf Kalla (JK) langsung menyimpulkan rusaknya Century karena perampokan uang yang ada di Century oleh para pemegang sahamnya sendiri.
Maka JK langsung mengatakan penyuntikan dana yang sudah dilakukan itu salah kaprah. JK minta Boediono melaporkan kepada Polri dan menangkap pimpinan Century. Boediono menolak dengan alasan tidak mempunyai landasan hukum untuk itu. Sebagai Presiden a.i. dia memerintahkan Polri untuk menangkap pimpinan Century dan memprosesnya lebih lanjut. Ternyata baik Polri maupun Kejaksaan menemukan dasar hukum yang kuat untuk menuntutnya di Pengadilan. Perkaranya sedang berlangsung dengan Jaksa yang menuntut hukuman penjara 8 tahun dan denda Rp. 50 milyar pada Robert Tantular.
APA ARTINYA PENJELASAN DI ATAS..?
BOEDIONO YANG GUBERNUR BI DAN WAPRES TERPILIH MENGANGGAP TIDAK ADA PELANGGARAN HUKUM DALAM KASUS CENTURY, TETAPI JUSUF KALLA, POLRI, DAN KEJAKSAAN MENGGANGGAP ADA PELANGGRAN HUKUM DI SANA. BAGAIMANA BOEDIONO MEMPERTANGGUNGJAWABKAN INI..?
Bolehkah Boediono menolak perintah Presiden walaupun BI independen? Bukankah Gubernur BI yang dipilih oleh DPR hanya mungkin dari calon-calon yang diajukan oleh Presiden? Bukankah kewenangan JK pada tanggal 25 November 2008 sebagai Presiden sepenuhnya karena SBY ada di luar negeri?
Yang saya tanyakan tadi aspek yuridis dan tata kelola pemerintahan. Tetapi secara moral, patutkah Wapres terpilihnya SBY menolak perintah Presiden a.i. yang memang Presiden ketika itu dan sampai tanggal 20 Oktober 2009 masih Wapresnya SBY?

BANK BEKERJA PADA HARI MINGGU..?

Penyuntikan terakhir dilakukan pada hari MINGGU TANGGAL 23 NOVEMBER 2008. Bagaimana prosesnya secara teknik perbankan ? APAKAH DEMIKIAN MENDESAKNYA KALAU MOTIFNYA PENYELAMATAN PERBANKAN DAN PEREKONOMIAN NASIONAL..? ATAUKAH URGENSINYA HANYA KARENA DEPOSAN BESAR HARUS BISA MENARIK SECEPATNYA UANGNYA YANG TIDAK DIBATASI Rp. 2 MILYAR PER ACCOUNT SAJA..?

MENGAPA BURHANUDDIN ABDULLAH DIPENJARAN..?

Burhannudin Abdullah ditangkap, diadili dan divonis 6 tahun penjara yang sedang dijalaninya. Apa sebabnya? Karena dia selaku Gubernur Bank Indonesia membubuhkan tanda tangannya untuk pengeluaran dana sebesar Rp. 100 milyar yang dianggap koruptif. SATU RUPIAH PUN TIDAK ADA DINIKMATINYA. MAKA PALING-PALING DIA DIANGGAP GEGABAH, BODOH ATAU SOLIDER YANG KEBABLASAN.
Kalaupun tidak ada motif kecurangan material atau finansial, begitu banyak tanda tangan yang ada kaitannya dengan suntikan dana Bank Century sebesar Rp. 7,627 trilyun itu tidak apa-apa kalau diacu dengan apa yang dialami oleh Burhannudin Abdullah dan kawan-kawannya ?

NEGARA TIDAK DIRUGIKAN..?

Dikatakan bahwa keuangan negara tidak dirugikan karena tidak berasal dari alokasi APBN. BUKANKAH UANG SEBESAR Rp. 100 MILYAR YANG DIJADIKAN LANDASAN PENGHUKUMAN BURHANUDDIN ABDULLAH DAN KAWAN-KAWANNYA JUGA TIDAK DARI APBN..?
BAHKAN SUDAH DIPISAHKAN DARI BI UNTUK DIMASUKKAN KE DALAM SEBUAH YAYASAN..? Kok dihukum? Siapa yang dianggap dirugikan? Apakah tidak bisa dianalogkan dengan lenyapnya uang LPS melalui Bank Century, sehingga yang bersangkutan juga harus dihukum?

HURUF- HURUF HARFIAH VERSUS SUBSTANSI

Sri Mulyani berpendapat tidak peduli apa sebab kerusakan sebuah bank, kalau sudah “sistemik” harus disuntik dana secukupnya. (yang notabene dipakai untuk membayar deposan besar supaya bisa mendapatkan kembali uangnya seutuhnya yang sudah dicuri oleh pemegang saham Century).
Dradjat Wibowo berpendapat bahwa bank yang kolaps karena dikelola secara sembrono, yang dimanfaatkan pemegang saham secara tidak wajar dan terindikasi penipuan, tidak perlu diselamatkan dengan alasan apapun.
Ginanjar Kartasismita, mantan Menko EKUIN menyesalkan : “lembaga negara yang harusnya mengawasi dan mensupervisi perbankan malah saling lempar tanggung jawab. Persoalan ini bukan hanya menyangkut penyelematan sebuah bank atas pertimbangan-pertimbangan yang bersifat teknis, tetapi sudah menjadi kebijakan pengelolaan aset negara.” (Rakyat Merdeka, 2 September 2009).
MANA YANG RELEVAN BUAT NEGARA..? MAIN ”PROKOL” DENGAN TAFSIRAN HARAFIAH SEMATA ATAUKAH MENAFSURKAN SEGALA SESUATUNYA BERDASARKAN SUBSTANSI DAN FAKTA...?

GAGASAN BLANKET GUARANTEE DITOLAK

Sebelum kerusakan Century ada gagasan supaya pemerintah memberikan blanket guarantee kepada semua deposan di Indonesia. Kalau tidak, masyarakat tidak percaya lagi kepada bank-bank di Indonesia karena perbankan di seluruh dunia sedang terguncang oleh krisis keuangan maha dahsyat di Amerika Serikat. Yang mengusulkan Boediono dan Sri Mulyani. JK menentang sangat keras. Akhirnya terjadi kompromi penjaminan hanya sebatas Rp. 2 milyar per account.

PENELIKUNGANNYA

Buat para deposan besar di Century, BATASASN PENJAMIN SEBESAR Rp. 2 MILYAR PER ACCOUNT DITELIKUNG DENGAN CARA SEPERTI YANG TELAH DIURAIKAN DI ATAS.
Landasan hukumnya PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 4 TAHUN 2008. TETAPI PERLU DIINGAT BAHWA PERPU INI DUA HARI SETELAH DIAJUKAN LANGSUNG DITOLAK OLEH DPR. ANEHNYA, SAMPAI SAAT INI PERPU INI MASIH TERUS MENERUS DIJADIKAN DASAR HUKUM YANG MEMPERKUAT PEMBENARAN PENGUCURAN DANA KEPADA CENTURY..

BUKAN DOMAIN PRESIDEN..?

DALAM KASUS CENTURY, MANTAN MENSESNEG HATTA RAJASA MENGATAKAN BAHWA PRESIDEN TIDAK MAU MENCAMPURI URUSAN CENTURY, KARENA URUSAN INI TIDAK TERMASUK DI DALAM DOMAIN-NYA.

Apa ada urusan dalam sebuah negara yang bukan monarki konstitusional, yang republik dan lebih-lebih lagi yang sistemnya presidensiil, seorang presiden tidak boleh ikut campur dalam urusan dan persoalan yang ada dalam domain pejabat lain?
Apakah ada penyelenggaraan negara yang tidak chaotic kalau pemisahan ke dalam Yudikatif, Eksekutif dan Legislatif ditafsirkan secara mutlak total tanpa adanya bidang-bidang singgungannya?