Rabu, 13 Juli 2011

SISTEM EKONOMI KERAKYATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN

Adanya kewenangan pada era otonomi daerah memungkinkan pemerintah daerah untuk menetapkan paradigma dan strategi pembangunan ekonomi yang bertumpu pada ekonomi kerakyatan. Strategi yang harus diprioritaskan dalam sistem ekonomi kerakyatan adalah upaya penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan.
Pada dasarnya, sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada rakyat. Pemihakan kepada rakyat ini seharusnya diwujudkan pemerintah melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang dikeluarkannya. Sistem ekonomi kerakyatan sesungguhnya tidak menafikan begitu saja adanya mekanisme pasar. Namun berbeda dengan mekanisme pasar yang dianut sistem ekonomi liberal, sistem ekonomi kerakyatan lebih mengedepankan perlindungan dan pemihakan bagi pelaku ekonomi lemah yang belum mampu untuk bersaing secara bebas dipasar dengan memberdayakan ekonomi kerakyatan.
Ciri utama ekonomi kerakyatan adalah proses produksi untuk menghasilkan produk dan jasa dikerjakan oleh sebagian besar rakyat, dipimpin oleh perwakilan rakyat dan dimiliki oleh seluruh anggota masyarakat. Adanya asas kebersamaan ini dapat menghindari adanya kesenjangan di antara anggota masyarakat melalui pemerataan distribusi pendapatan. Dengan penerapan sistem ekonomi kerakyatan, gap antara si kaya dan si miskin tidak akan ditoleransi lagi, karena setiap kebijakan dan program pembangunan harus memihak dan memberikan manfaat pada rakyat yang paling miskin dan paling kurang sejahtera.
Sistem ekonomi kerakyatan ini harus menjadi landasan dalam setiap perumusan strategi pembanguan ekonomi daerah. Penerapan strategi tersebut harus memberikan prioritas untuk memberdayakan ekonomi rakyat yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat. Dalam penyusunan strategi pembangunan ekonomi daerah diperlukan identifikasi sasaran penyusunan fundamental ekonomi daerah. Untuk itu, dalam Propeda (Program Pembangunan Daerah) maupun Renstra (rencana strategis) perlu ditegaskan apa sasaran yang hendak dicapai oleh suatu daerah. Beberapa sasaran fundamental pembangunan ekonomi daerah diantaranya : (1) Mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan (2) Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah dan (3) Meningkatkan pendapatan per kapita.
Penyusunan konsep maupun indikator fundamental ekonomi daerah merupakan suatu kebutuhan yang mendesak bagi daerah. Fundamental ekonomi daerah pada hakikatnya merupakan indikator yang mencerminkan kondisi riil ekonomi daerah yang meliputi penurunan angka kemiskinan, pertumbuhan ekonomi daerah, dan indeks pembangunan manusia. Dengan indikator ini diharapkan dapat dilakukan identifikasi mengenai profil maupun klasifikasi daerah kabupaten atau kota dalam suatu wilayah provinsi, maupun dalam suatu wilayah negara sehingga dapat dijadikan dasar dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah.
Indikator lainnya yang harus dirumuskan dalam setiap pemanfaatan sumber daya alam adalah seberapa besar memberi manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini perlu dipertanyakan apakah pemanfaaatan sumber daya alam memberikan dampak dalam penciptaan lapangan pekerjaan? Berapa banyak pekerjaan baru yang dapat diciptakan? Apakah pekerjaan baru tersebut akan meningkatkan penghasilan rakyat setempat? Berapa banyak pekerjaan baru tersebut akan menarik rakyat setempat? Apakah pemanfaatan sumber daya alam dapat menaikkan taraf hidup dan martabat rakyat setempat?
Dalam pemilihan strategi pembangunan ekonomi harus dapat mempertemukan antara berbagai tujuan yang akan dicapai sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan. Untuk itu, penetapan strategi tersebut harus sejalan dengan berbagai strategi yang mendukung pembangunan ekonomi daerah, diantaranya strategi penangulangan kemiskinan.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Penangulangan kemiskinan terutama diarahkan dalam penciptaan kesempatan kerja produktif, pengembangan kapasitas infrastruktur, dan peningkatan kegiatan ekonomi produktif rakyat. Dilihat dari kondisi anggaran daerah saat ini jelas bahwa kemampuan daerah dalam upaya penanggulangan kemiskinan sangatlah lemah. Tidak banyak sumber daya yang dimiliki daerah untuk menciptakan program-program yang berkaitan dengan pengurangan kemiskinan melalui pengeluaran pembangunan yang bersumber dari APBD. Selain masalah terbatasnya anggaran juga terdapat masalah alokasinya anggaran yang seringkali kurang pas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus mengurangi kemiskinan.
Dalam kondisi terbatasnya dana APBD, pemda harus memiliki komitmen kuat untuk melakukan berbagai terobosan, baik dalam optimalisasi alokasi anggaran, maupun dalam penggalian sumber-sumber dana non APBD. Simulasi menunjukkan bahwa adanya realokasi anggaran dari berbagai item di luar pendidikan dan kesehatan, ke sektor pembangunan infrastruktur dasar dipedesaan akan menciptakan efek yang cukup signifikan dalam pertumbuhan ekonomi dan sekaligus memperbaiki akses bagi sebagian besar masyarakat yang akhirnya berkontribusi positif dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Untuk itu, strategi penanggulangan kemiskinan juga harus diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat (community empowerment) untuk memperoleh akses sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah. Dalam setiap pembangunan proyek infrastruktur haruslah mengikutsertakan rakyat setempat, baik sebagai kontraktor, pemasok, maupun sebagai pekerja proyek. Penunjukan kontraktor dan pekerja dari luar daerah justru akan menyebabkan terjadinya aliran kas keluar daerah sehingga tidak memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Untuk itu, perlu ada upaya pemberdayaan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan pengusaha lokal agar dapat berpartisipasi dalam setiap proyek pembangunan di daerah yang didanai dari APBD. Agar rakyat dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses setiap pembangunan daerah, maka pengembangan SDM (sumber daya manusia) harus diprioritaskan baik melalui peningkatan kesehatan masyarakat maupun peningkatan pendidikan.
Dalam penerapan strategi pembangunan ekonomi daerah, tentunya peran pemerintah cukup penting dan menonjol. Paling tidak ada beberapa peran yang dapat dijalankan oleh pemerintah dalam pembangunan ekonomi daerah.
Pertama, sebagai pelopor dan koordinator dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi. Sebagai pelopor, pemerintah daerah melalui BUMD, dituntut untuk mempelopori penggalian sumber daya alam yang bernilai ekonomis yang belum tersentuh oleh pihak lain. Selain itu, pemerintah daerah harus mengkoordinasikan di antara berbagai pihak yang mengusahakan pemanfaatan sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah. Sebagai koordinator pemerintah daerah harus dapat melibatkan dan mengkoordinasikan berbagai dinas terkait, pengusaha swasta, UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) serta masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi daerah.
Kedua, sebagai intrepereneur pemerintah daerah dituntut untuk terlibat secara aktif dan inovatif dalam mendorong aktivitas menjalankan bisnis di daerah.
Ketiga, sebagai stimulator dan fasilitator. Pemerintah harus dapat merangsang investor untuk masuk ke daerahnya guna pemanfaatan sumber daya di daerahnya dengan memberikan berbagai insentif fiskal, jangan malah menjadikan pajak dan pungutan, serta retribusi untuk memperbesar PAD (pendapatan asli daerah), pembangunan berbagai infrastruktur yang dibutuhkan, serta menjaga kondisi ekonomi makro daerah secara kondusif.



Fredo Hasugian, S.E,Ak. M.Si

Kamis, 07 Juli 2011

Implementasi Sistem Ekonomi Kerakyatan

Strategi dan pola pembangunan yang dilakukan pemerintah sampai saat hanya mengutamakan pertumbuhan. Sudah saat pemerintah memikirkan strategi dan pola pembangunan yang berbeda, karena terbukti pola itu hanya menyengsarakan rakyat dan menimbulkan EKSES KETIDAKADILAN. Strategi ini dikenal dengan ISITILAH “REDISTRIBUSI WITH GROWTH” (pendistribusian kembali atau pemerataan yang diikuti pertumbuhan). Strategi ini lebih menjamin keberlanjutan pembangunan. Dalam strategi ini, ada tiga hal yang mesti dilakukan pemerintah.

Pertama, harus ada keberpihakan pada rakyat.
Pembangunan harus ditujukan langsung kepada yang memerlukan. Program yang dirancang harus menyentuh masyarakat dan mengatasi masalah mereka sesuai kebutuhan mereka.

Kedua, program tersebut harus mengikutsertakan dan dilaksanakan sendiri oleh rakyat.
Berbeda dengan kebijaksanaan pembangunan ekonomi Orba yang sifatnya dari atas ke bawah (TOP DOWN), strategi pembangunan alternatif ini bersifat dari bawah ke atas (buttom up).

Ketiga, pembangunan dengan strategi ini harus lebih mengutamakan pendekatan kelompok, misalnya dengan mengembangkan sentra-sentra unggulan menjadi klaster-klaster binaan berdasarkan potensi wilayah atau dengan maksud menciptakan pusat-pusat pertumbuhan wilayah, alasannya dari segi penggunaan sumber daya bisa efisien.
Pendekatan ketiga ini pada gilirannya akan memperkuat kemitraan dan kebersamaan, baik kebersamaan dalam hal kesetiakawanan, maupun dalam menghadapi era keterbukaan ekonomi, karena setiap klaster yang dibina dengan membentuk lembaga pendamping, dilakukan sejalan dengan upaya mensosialisasikan perlakuan yang sama antara usaha kecil, menengah dan besar, tak ada anak emas atau anak tiri.


Menciptakan sistem kemitraan yang saling menguntungkan, menghindari kegiatan eksploitasi keberadaan usaha kecil menengah dan koperasi untuk kepentingan pengusaha besar. Hal ini perlu ditegaskan karena kemenangan dalam pergulatan perdagangan pasar bebas tidak akan tercapai tanpa adanya rasa kebersamaan dan kesatuan di kalangan dunia usaha.

Selain itu, menurut saya, EKONOMI KERAKYATAN AKAN MENCIPTAKAN LINGKUNGAN DUNIA USAHA YANG BERSAHABAT. Karena di dalam PRINSIP EKONOMI KERAKYATAN, KEBUTUHAN POKOK RAKYAT HARUS TERPENUHI DENGAN BAIK, SEHINGGA NUANSA KETIDAKADILAN AKAN TERHAPUS DARI BENAK RAKYAT. Disamping itu juga, Ekonomi kerakyatan juga akan MENCIPTAKAN KELOMPOK MASYARAKAT YANG SECARA MASSAL MEMPUNYAI DAYA BELI YANG TINGGI, EKONOMI RAKYAT MEMBAIK, sehingga efek selanjutnya adalah POTENSI PASAR PRODUK-PRODUK INDUSTRI BESAR, MENENGAH, DAN KECIL PUN AKAN MENINGKAT, dan itu artinya BAHWA RODA PEREKONOMIAN PUN AKAN BERGULIR KE ARAH NORMAL.

Proses industrialisasi seyogyanya dimulai dari daerah pedesaan berdasarkan potensi unggulan daerah masing-masing dengan orientasi pasar dan ini SEJALAN DENGAN ERA OTONOMI DAERAH yang merupakan realitas mayoritas penduduk Indonesia. Ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi setempat yang umumnya agro-industri.
Berkembangnya KEGIATAN SOSIAL EKONOMI PEDESAAN AKAN MEMBUAT DESA BERKEMBANG MENJADI JARINGAN UNGGULAN PEREKONOMIAN BANGSA YANG DIDUKUNG INFRASTRUKTUR DAN FASILITAS LAINNYA seperti pusat-pusat transaksi (pasar) yang terjalin erat dengan kota-kota atau pintu gerbang pasar internasional. Jalinan ekonomi desa dan kota ini harus dijaga secara lestari. Dalam proses ini harus dihindari penggusuran ekonomi rakyat dengan perluasan industri berskala besar yang mengambil lahan subur, merusak lingkungan, menguras sumber daya dan mendatangkan tenaga kerja dari luar.

Dalam pelaksanaannya, ekonomi kerakyatan juga harus benar-benar menukik pada penciptaan kelas pedagang/wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan tangguh. Untuk merealisaskannya, pemerintah seharusnya mengalokasikan anggaran yang lebih besar dan memadai bagi pengembangan usaha kecil dan menengah ini. Inilah peran yang harus dimainkan pemerintah dalam megentaskan rakyat dari kemiskinan menghadapi krisis ekonomi. Adanya kemauan politik pemerintah untuk membangkitkan kembali ekonomi kerakyatan merupakan modal utama bagi bangsa untuk bangkit kembali menata perekonomian bangsa yang sedang terpuruk ini.

Untuk melakukan tugas ini, PEMERINTAH HARUS DIISI OLEH ORANG-ORANG YANG MEMILIKI KOMITMEN KERAKYATAN YANG KUAT. Dengan komitmen ini, mereka akan berjuang mengangkat kembali kehidupan rakyat yang melarat menuju sejahtera.
KESALAHAN DALAM MEMILIH ORANG PADA POSISI-POSISI PENTING EKONOMI AKAN MEMBAWA AKIBAT FATAL. Mereka hanya memperpanjang daftar penderitaan rakyat, KALAU MEREKA TIDAK MEMILIKI SIMPATI YANG DITINGKATKAN MENJADI EMPATI TERHADAP DENYUT NADI KEHIDUPAN RAKYAT DENGAN MENYEDERHANAKAN BIROKRASI DALAM BERBAGI PERIZINAN, MENGHAPUS SETIAP PUNGUTUAN DAN RETRIBUSI YANG TIDAK PENTING YANG HANYA AKAN MENGAKIBATKAN “HIGH COST ECONOMY”, MENCIPTAKAN RASA AMAN yang akan membuahkan suasana kondusif bagi dunia usaha untuk meningkatkan kinerjanya. Rakyat sendiri harus dimampukan mengubah mentalnya dari keinginan menjadi pegawai yang mencerminkan mental “INLANDER” kepada mental usahawan yang mandiri, untuk ini peningkatan sumberdaya manusia melalui berbagai pendidikan dan pelatihan menjadi penting, karena peningkatan ekonomi rakyat mayarakat adanya mental wiraswasta yang tangguh dan mampu bersaing dalam percaturan bisnis di era pasar bebas.

Rakyat harus bisa menciptakan lapangan kerja, bukan mencari kerja. Makin besar dan berkembang usaha mereka akan makin banyak tenaga kerja tersalurkan. Ini tentu menjadi sumbangan yang tidak kecil bagi penciptaan lapangan kerja baru dan pengurangan jumlah pengangguran.

Penataan Koperasi

Koperasi adalah soko guru perekonomian bangsa, yang harus ditata kembali dengan baik dan benar, sehingga betul-betul menjadi ujung tombak bagi penciptaan kemakmuran rakyat. Koperasi jangan lagi dijadikan alat politik kekuasaan. Koperasi harus terbebas dari kepentingan kelompok atau golongan yang ingin mencari keuntungan sesaat.
Menurut saya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dan dibenahi dalam pengembangan koperasi agar lebih maju menghadapi tantangan ekonomi.

Pertama, pembenahan aspek kelembagaan.
Seperti diketahui, kelembagaan koperasi secara garis besar terdiri dari fungsi pengurus, fungsi pengawas, fungsi manajer, dan karyawan koperasi. Dalam prakteknya, pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut tumpang tindih. Ada hal-hal yang tidak jelas dan terkait satu sama lain dalam pelaksanaan fungsi-fungsi itu. Akhirnya, yang terjadi adalah penyalahgunaan wewenang salah satu pihak untuk memperkaya diri sendiri.

Kedua, sumber daya manusia (SDM).
Sebagai badan usaha yang berbasis pada masyarakat golongan ekonomi lemah, masalah yang umum terjadi pada koperasi adalah keterbatasan dan kelemahan SDM. Tenaga pengelola hanya mengandalkan semangat "pengabdian", bukan profesionalisme. Karena itu untuk peningkatan SDM perlu diadakan latihan-latihan intensif atau kursus singkat. Selain itu jalur perguruan tinggi perlu digandeng pula. Koperasi perlu mengadakan kerja sama dengan kalangan perguruan tinggi.

Ketiga, sektor modal dan lingkungan.
Selama ini koperasi dianaktirikan dalam perekonomian Indonesia. Lembaga perbankan lebih mengutamakan pengucuran kredit untuk para konglomerat. Kolusi dan korupsi yang dilakukan sektor perbankan dan konglomerat menyebabkan sempitnya alokasi kredit untuk koperasi. Penyalahgunaan uang negara tersebut telah menyebabkan terjadinya konsentrasi penyaluran modal kepada segelintir perusahaan konglomerat. Hal ini makin mempersempit kesempatan koperasi untuk memperoleh modal dari perbankan.

Sekarang pemerintah harus mengalihkan perhatian pada koperasi. Alokasi kredit untuk koperasi harus diperbesar. Koperasi harus dipermudah memperoleh pinjaman modal dari bank. Dengan cara demikian koperasi akan berusaha mengejar ketertinggalannya untuk mengurangi makin tajamnya kesenjangan perekonomian Indonesia.





Fredo Hasugian, S.E, Ak, M.Si

Rabu, 29 Juni 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2011 : KETIKA EKONOMI MEMBAIK

Pada awal tahun 2011, beberapa lembaga internasional meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 akan lebih baik dari tahun 2010. Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank atau ADB) meramalkan pertumbuhan ekonomi di Negara-negara Asia Timur, termasuk Indonesia, pada tahun 2011 rata-rata akan mencapai 7,3 persen. Sebagai negara tujuan investasi, beberapa lembaga juga menyatakan bahwa Indonesia layak dijadikan negara tujuan investasi mulai tahun 2010 dan akan terus membaik di tahun 2011. Japan Credit Rating Agency menaikkan peringkat Indonesia ke tingkat “INVESTMENT GRADE” (LAYAK SEBAGAI TUJUAN INVESTASI). MOODY’S menaikkan peringkat Indonesia sampai pada dua tingkat sebelum layak investasi (investment grade). Sedangkan Standrad and Poor (S & P) menaikkan peringkat Indonesia hanya satu tingkat menuju layak investasi. Pengertian Indonesia sebagai negara yang layak sebagai tujuan investasi oleh lembaga-lembaga internasional tersebut – harap diingat - adalah sebagai TUJUAN INVESTASI TIDAK LANGSUNG atau INVESTASI PORTOFOLIO yaitu dalam bentuk TABUNGAN dan SIMPANAN, DEPOSITO 1 BULANAN, serta SAHAM. Dan bukan dalam pengertian investasi langsung. Hal ini memang terbukti dari membanjirnya “UANG PANAS” yang masuk ke Indonesia akhir-akhir ini sehingga cadangan devisa Indonesia saat ini mencapai sekitar 92 milyar dolar AS.

Akan tetapi, di samping pihak-pihak yang optimis, terdapat juga pihak-pihak yang pesimis akan ramalan ekonomi tersebut, dan salah satu diantaranya adalah saya sendiri. Ada beberapa hal pada waktu itu yang menjadi alasan penyebab saya pesimis akan ramalan pertumbuhan ekonomi tersebut. Seperti diantaranya Masih Kentalnya di Indonesia Ekonomi Biaya Tinggi (“ HIGH COST ECONOMY”). Menurut analisa saya, bahwa TERKENDALANYA INVESTASI YANG MERUPAKAN MOTOR PENGGERAK UTAMA PERTUMBUHAN EKONOMI AKAN MEMBUAT LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI JUGA LEBIH RENDAH DARI PERKIRAAN YANG OPTIMISTIS DI ATAS. Akan tetapi, pada bulan Juni 2011 ini, secara “DE FACTO”, kejutan demi kejutan sedang dirasakan perekonomian Indonesia. Kala politik,korupsi, dan infrastrukturnya karut-marut dan menuai keresahan publik, PEREKONOMIAN INDONESIA JUSTRU DIPUJI DUNIA. Analisa pihak-pihak yang pesimis terbukti salah secara “UNEXPLICIT”. Indonesia menjadi tempat terbaik untuk memulai usaha (survei BBC 2011), “CONSUMER CONFIDENCE INDEX” kita menempati nomor tiga tertinggi di dunia (survei global Nielsen), posisi daya saing kita membaik dari nomor 54 ke nomor 44 (World Economic Forum), dan masih banyak lagi. Hari-hari ini ratusan CEO Indonesia menerima permintaan audiensi dari pemimpin-pemimpin perusahaan kelas dunia.

Walaupun demikian, masih tetap perlu diingat, bahwa, KENAIKAN PERINGKAT DAYA SAING INDONESIA TERSEBUT LEBIH DISEBABKAN OLEH KARENA “STABILITAS MAKRO” DAN BUKAN KARENA “PERBAIKAN INFRASTRUKTUR”. Kita bisa melihat bagaimana kondisi jalan-jalan , pelabuhan, sampai listrik yang sampai saat ini masih amburadul. Buruknya infrastruktur tersebut telah membuat investasi menjadi mahal atau berbiaya tinggi (“HIGH COST”). Namun pada tulisan saya kali ini, tidak hendak membahas masalah kenaikan peringkat daya saing tersebut. Yang menjadi “GIST” tulisan ini adalah kehati-hatian yang harus dihadapi khususnya di dunia enterpreneurship pada saat ekonomi membaik.

Dengan membaiknya perekonomian, kompetisi di antara para pelaku usaha akan semakin tinggi dan intensif. Memang benar, pasar yang selama ini dianggap menjadi biang keladi kesulitan ekonomi sudah tidak menjadi masalah lagi. “THE MARKET IS THERE, BUT THE PROBLEM IS HERE, INSIDE OUR BUSINESS”. Anda boleh membuka usaha apa saja, dan perhatikanlah, HAMPIR SEMUA YANG ANDA TAWARKAN ADA PEMBELINYA. Akan tetapi, letak permasalahnnya bukan disitu, pokok permasalahannya ada pada KESIAPAN ANDA UNTUK BERKOMPETISI DENGAN WIRAUSAHA-WIRAUSAHA YANG LEBIH SIAP DARI ANDA.
Sebaiknya, usahakan agar anda bersaing bukan karena Anda bisa mendapatkan premium segment dengan harga tinggi, akan tetapi “SEBERAPA FLEKSIBEL DAN EFISIEN STRUKTUR BIAYA ANDA. Atau secara singkat dapat dikatakan fokusnya adalah kelenturan dan kefleksibelan struktur biaya. Perbaikan internal pada sejumlah perusahaan akan mendorong terjadinya “PRICE WAR”, dan ingatlah yang menjadi pemenangnya adalah mereka yang “MEMBENAHI BUSINESS PROCESS, DAN BUKAN YANG MENGUASAI MARKET SHARE”.
Persaingan juga terjadi dalam mendapatkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Perusahaan-perusahaan besar akan fokus pada pengetahuan, sedangkan pendatang- pendatang baru akan fokus pada attitude. “TALENT WAR” akan membuat perusahaan- perusahaan kesulitan mendapatkan SDM sesuai dengan yang mereka butuhkan. Tetapi, beruntunglah perusahaan bahwa pasar SDM berkualitas terbagi dalam dua segmen, yaitu segmen “HIGH BRAIN MEMORY” (tampak dalam nilai yang dicapai seseorang pada sertifikat akademik dan indeks prestasi) dan “HIGH QUALITY OF MYELIN” (MUSCLE MEMORY). Yang diburu perusahaan-perusahaan besar adalah segmen pertama, dan mereka siap melatih SDM yang baru berbentuk potensi menjadi tenaga profesional yang andal.
Segmen kedua biasanya diabaikan perusahaan-perusahaan besar, terutama bila mereka tidak berasal dari kampus- kampus terkemuka, atau tidak memiliki kualitas akademik yang tinggi. Dengan demikian, mereka tidak tertampung di perusahaan-perusahaan besar dan rela dibayar “ABOUT MARKET AVAREGE” dan menjadi sasaran UMKM. Singkatnya, “TALENT WAR” TIDAK DAPAT DIHINDARI.
Hal lainnya yang perlu dilakukan adalah perbaikan kualitas internal pada BUDAYA ORGANISASI (KORPORAT). Mengubah budaya sama maknanya seperti mengubah DNA. Mengubah dari DNA yang tertidur, pasif, dan comfort, menjadi DNA yang penuh gairah,aktif,berorientasi pada kreativitas dan produktivitas. Dalam banyak kasus, seringkali masalah yang dihadapi bukanlah “HARD COMPETENCE”, dalam bentuk pengetahuan, melainkan pada “ATTITUDE” dan “CARA BERPIKIR” dalam menghadapi dunia baru. Dan oleh karena itu, seperti kata Rhenald Kasali, celakalah training manager yang beranggapan ini dan itu sudah diberikan, sebab masalahnya bukan itu, melainkan bagaimana semua itu ditambatkan dalam diri manusia.

MEMBAIK = MAKIN SULIT
Suatu hal yang perlu diingat para eksekutif dan pemimpin bisnis bahwa membaiknya perekonomian bukanlah identik dengan makin mudah. Proyek akan makin banyak,tetapi yang memperebutkannya juga lebih banyak lagi. Pesanan akan jauh lebih besar, tetapi keagenan akan dibagi-bagi ke berbagai tangan. Demikian pula saat untung meningkat,tuntutan untuk berbagi menjadi lebih besar. Perusahaan semakin besar,namun penggajian tidak dapat dilakukan sekadar menggaji. Demikian pula dengan harga komoditas membaik, biaya-biaya yang dikeluarkan akan lebih besar.
Semoga bermanfaat
TETAPLAH ADAPTIF DALAM MENGHADAPI DUNIA BARU YANG TERUS BERUBAH.



Fredo Hasugian, S.E, Ak, M.Si